بسم الله الرحمن الرحيم
Berikut adalah saduran pembahasan fiqih yang diambil dari pelajaran Bulugh Al-Maram yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Taufiq Al-Ba’dany حفظه الله (Juru Fatwa di Dar
Al-Hadits Ma’bar). Pembahasan ini beserta beberapa pembahasan fiqih mendatang terkait dengan permasalahan thaharah;
عَنْ ابْنِ عُمَرَ c قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ g: إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ، وفي اللفظ : لَا يَنْجُسُ أخرجه الأربعة وصححه ابن حبان
وابن خزيمة.
Dari Abdullah bin Umar c , berkata: Rasulullah g bersabda:
“Jika air mencapai dua tempayan, maka tidak membawa (atau terpengaruhi) najis.”
Dan pada lafazh yang lain: “tidak najis”. Diriwayatkan oleh empat imam: At-Tirmidzi,
Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah.
Hadits
ini dishahihkan atau dihasankan oleh
Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi, dan
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani.
Hadits ini mengandung beberapa permasalahan yang akan kami bagi menjadi beberapa pembahasan.
Permasalahan
Pertama: Kadar
atau ukuran tempayan dan yang dimaksud dengannya.
Tempayan
disini maksudnya adalah tempat semacam
guci, bak, gentong, drum, dan sebagainya. Dan tempayan itu ada yang kecil,
sedang, dan besar.
Para
ulama berselisih tentang ukuran tempayan tersebut dalam sembilan pendapat, hal ini
dikarenakan lafazh yang ada dalam hadits tidak menunjukkan secara jelas batas ukurannya.
Pendapat yang masyhur di kalangan Hanbaliyah dan Syafi’iyah: yang dimaksud
tempayan adalah tempayan hajar. Tempayan hajar inilah
yang dikenal oleh orang-orang Arab secara umum, dan oleh orang Hijaz secara
khusus. Maka tempayan ini adalah tempayan orang Hijaz, dan itu tempayan yang
berukuran besar.
Dalil
yang menunjukkan bahwa tempayan yang dimaksud dalam hadits adalah tempayan hajar
adalah sebagai berikut:
1. Disebutkan riwayat lain yang menerangkan riwayat diatas:
1. Disebutkan riwayat lain yang menerangkan riwayat diatas:
إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ مِنْ قِلالِ هَجَرَ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ
“jika air tersebut mencapai dua tempayan dari tempayan-tempayan hajar (tempayan besar ukurannya), maka tidak ada sesuatupun yang membuatnya najis.”
Akan tetapi, riwayat ini tidak benar keberadaannya, hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi, dan salah seorang yang lemah periwayatannya bersendirian
dalam meriwayatkannya, dia meriwayatkan dengan menyelisihi riwayat-riwayat
orang yang lebih kuat periwayatannya. Maka tambahan pada riwayat ini munkar (lemah
sekali) dan tidak diterima.
Ada juga riwayat lain yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dan
Al-Baihaqi, namun riwayat tersebut sangat lemah, sanadnya terputus di dua
tempat, dan juga pada sanad hadits tersebut terdapat seorang perawi yang lemah.
Maka tambahan lafazh pada hadits ini tidak shahih.
2. Dalil yang akan kita pakai untuk merajihkan dan memilih pendapat ini ialah bahwasanya kadar, jarak, dan ukuran, jika disebutkan secara mutlak, maka batasannya dikembalikan kepada batasan yang sudah dikenal oleh umum. Dan Nabi g mengajak bicara para shahabat secara mutlak tanpa menyebutkan batasan tempayan tersebut. Kenapa begitu? Karena para shahabat telah memahami apa yang dimaksud dengan tempayan disini dan juga ukurannya. Dan tempayan yang dikenal di kalangan para shahabat yaitu tempayan hajar.
2. Dalil yang akan kita pakai untuk merajihkan dan memilih pendapat ini ialah bahwasanya kadar, jarak, dan ukuran, jika disebutkan secara mutlak, maka batasannya dikembalikan kepada batasan yang sudah dikenal oleh umum. Dan Nabi g mengajak bicara para shahabat secara mutlak tanpa menyebutkan batasan tempayan tersebut. Kenapa begitu? Karena para shahabat telah memahami apa yang dimaksud dengan tempayan disini dan juga ukurannya. Dan tempayan yang dikenal di kalangan para shahabat yaitu tempayan hajar.
Lalu kenapa
yang dikenal di kalangan para shahabat adalah tempayan hajar?
Jawabannya karena dua hal:
a. Karena tempayan inilah yang digunakan dan yang dikenal oleh kebanyakan orang-orang Hijaz, dan Nabi g berbicara dengan orang-orang Hijaz yaitu orang-orang Makkah, Madinah, dan Tho’if.
b. Bahwasanya Nabi g ketika ingin memberikan permisalan atau contoh kepada shahabat tentang sidratul muntaha yang beliau dapatkan ketika beliau dimi’rajkan ke langit, maka beliau menggambarkan sidratul muntaha kepada mereka dengan tempayan hajar. Maka Nabi g berkata kepada mereka:
a. Karena tempayan inilah yang digunakan dan yang dikenal oleh kebanyakan orang-orang Hijaz, dan Nabi g berbicara dengan orang-orang Hijaz yaitu orang-orang Makkah, Madinah, dan Tho’if.
b. Bahwasanya Nabi g ketika ingin memberikan permisalan atau contoh kepada shahabat tentang sidratul muntaha yang beliau dapatkan ketika beliau dimi’rajkan ke langit, maka beliau menggambarkan sidratul muntaha kepada mereka dengan tempayan hajar. Maka Nabi g berkata kepada mereka:
فَإِذَا نَبْقُهَا مِثْلُ قِلَالِ هَجَرَ
“Maka ternyata buahnya seperti tempayan hajar.”
Buah sidratul muntaha serupa
dengan tempayan hajar, yaitu besar seperti tempayan besar.
Berdasarkan ini semua, yang benar adalah: yang
dimaksud dengan tempayan dalam hadits Ibnu ‘Umar c diatas adalah tempayan hajar (tempayan
besar).
Lalu berapakah ukuran isi tempayan hajar ini?
Satu tempayan penuh itu sama dengan 250 pound, artinya dua
tempayan penuh sama dengan 500 pound. Satu pound sama dengan 408 gram. Jadi
jika satu tempayan penuh itu sama dengan 250 pound x 408 gram= 102.000 gram
atau 102 kg, dan dua tempayan penuh sama dengan 204 kg. Dan 1 kg sama dengan 1
liter air, jadi dua tempayan ini sama dengan 204 liter air.
Wallahu ‘alam bi shawab.
No comments:
Post a Comment